Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label harta

Status kewarganegaraan anak yang lahir di Indonesia dan dari perkawinan campuran

Pasal  41 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia : ” Anak yang lahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I dan anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum undang-undang iini diundangkan dan belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan undang-undang ini dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 (empat) tahun setelah undang-undang ini diundangkan.”   Bahwa terhadap anak-anak yang berada di luar cakupan Pasal 41 tersebut yaitu anak-anak hasil perkawinan campuran dan anak-anak yang lahir di negara Ius Soli (berdasar tempat kelahiran), yang tidak mendaftar sebagai anak berkewarganegaraan ganda atau anak-anak yang sudah mendaftar tetapi tidak atau terlambat memilih Kewarganegaraan Republik Indonesia hingga batas waktu yang ditentukan Undang-Undang b

PERSETUJUAN SUAMI ISTRI TENTANG PENGALIHAN HARTA BERSAMA

Perkawinan yang abadi atau menjalani Perkawinan sehidup semati adalah harapan semua orang, lepas dari latar yang berbeda, baik agama maupun suku, akan tetapi itu adalah IDEALISME yang Sulit untuk diwujudkan. Sejatinya kita masih mempunyai Kesempatan untuk bisa kembali kepada Pasangan kita, ketkia Cinta itu masih ada (Theres No Bullshit About Love, it’s Trully Real) dan memulai semua dari awal dan jika Perceraian itu dapat dianggap sebagai Intropeksi atau berbenah diri dalam jangka waktu yang panjang. Bahwa adalah suatu Kenyataan yang Harus dihadapi ketika Tujuan Perkawinan tidak dapat dicapai dan akan menyisakan permasalahan terutama Anak dan Harta Bersama, dalam hal ini yang akan dibahas adalah mengenai Harta Bersama (Enjoy and Read Carefully)

HADIAH RUMAH DARI SUAMI KEPADA ISTRI

Ketentuan mengenai harta bersama atau harta kekayaan dalam perkawinan (Syirkah) di dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur di dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”). Di dalam Pasal 35 ayat (1) UUP disebutkan bahwa: “Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama”. Kemudian, di dalam Pasal 1 huruf f Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) harta bersama diatur sebagai berikut : Harta kekayaan dalam perkawinan atau Syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun; Namun demikian, dalam Pasal 35 ayat (2) UUP dinyatakan, “harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.”

Anak Luar Nikah Masih Punya Hubungan Perdata Dengan Ayah Biologisnya

Menurut Pasal 43 ayat (1) Undang-undang Perkawinan ( UU No.1 Tahun 1974 ), seorang anak yang lahir diluar perkawinan memiliki hubungan perdata hanya dengan ibunya. Anak diluar perkawinan, misalnya karena nikah siri atau perselingkuhan atau hidup bersama, tidak memiliki hubungan perdata dengan ayah biologisnya. Ketentuan tersebut mengakibatkan ayah biologis tidak berkewajiban menafkahi anaknya dan anak juga tidak berhak mewaris dari ayahnya.

HARTA DALAM PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (UU Perkawinan), Perkawinan merupakan ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menjadi jelas, bahwa menurut pandangan manapun, baik hukum maupun sosial, baik etika maupun moral, Perkawinan merupakan suatu hubungan yang sakral dan kekal. Di dalamnya tak boleh dikehendaki suatu keadaan yang setengah-setengah, dalam arti harus dengan komitmen seumur hidup. Namun dalam hal kondisi tertentu, hukum dan agama masih memungkinkan dilakukannya perceraian.