Langsung ke konten utama

Postingan

Status kewarganegaraan anak yang lahir di Indonesia dan dari perkawinan campuran

Pasal  41 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia : ” Anak yang lahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I dan anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum undang-undang iini diundangkan dan belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan undang-undang ini dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 (empat) tahun setelah undang-undang ini diundangkan.”   Bahwa terhadap anak-anak yang berada di luar cakupan Pasal 41 tersebut yaitu anak-anak hasil perkawinan campuran dan anak-anak yang lahir di negara Ius Soli (berdasar tempat kelahiran), yang tidak mendaftar sebagai anak berkewarganegaraan ganda atau anak-anak yang sudah mendaftar tetapi tidak atau terlambat memilih Kewarganegaraan Republik Indonesia hingga batas waktu yang ditentukan Undang-Undang b

TALAK 123

Dalam Islam, salah satu bentuk pemutusan hubungan ikatan perkawinan karena sebab-sebab tertentu yang tidak memungkinkan lagi bagi suami istri meneruskan hidup berumah tangga disebut thalaq/talak.  Arti talak itu sendiri menurut Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) adalah ikrar suami di hadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. Mengenai talak diatur lebih lanjut dalam Pasal 129, Pasal 130, dan Pasal 131 KHI. Pasal 129 KHI berbunyi: “Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.” Jadi, talak yang diakui secara hukum negara adalah yang dilakukan atau diucapkan oleh suami di Pengadilan Agama. Sedangkan, mengenai cerai karena talak yang diucapkan suami di luar Pengadilan Agama, hanya sah menurut hukum agama saja, tetapi tidak sah menurut hukum

LEGALITAS AKTE CERAI JIKA SUAMI TIDAK PERNAH HADIR SIDANG

Berdasarkan Pasal 82 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 yang diubah kembali oleh Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 , suami atau istri secara prinsip haruslah menghadiri sendiri sidang perceraian guna memungkinkan diusahakannya perdamaian secara maksimal di antara suami dan istri tersebut. Bahkan, dalam hal adanya penunjukan kuasa sekalipun, Hakim dapat memerintahkan yang bersangkutan untuk hadir sendiri guna kepentingan pemeriksaan.[1]. Namun demikian, bila dalam suatu sidang cerai, salah satu pihak (biasanya pihak tergugat), tidak menghadiri sidang pemeriksaan yang dilakukan. Apabila hakim berpendapat bahwa tergugat tersebut telah dipanggil secara sah dan patut namun tetap tidak hadir di persidangan, maka Hakim berwenang untuk tetap meneruskan pemeriksaan sidang cerai yang dilaksanakan serta mengambil keputusan. Putusan cerai yang diambil tanpa kehadiran tergugat tersebut dal

Status Pernikahan Di Gereja Yang Tidak Didaftarkan

1.    Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”), perkawinan yang dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan hukum masing-masing agamanya adalah sah. Berarti perkawinan hanya dilakukan dengan tata cara perkawinan agama. Namun, Pasal 2 ayat (2) UUP menegaskan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 3 jo. Pasal 1 angka 17 UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU Adminduk”) bahwa perkawinan adalah salah satu Peristiwa Penting yang wajib dilaporkan kepada Instansi Pelaksana (dalam hal ini menurut Pasal 2 ayat (2) PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah kantor pencatatan sipil) dengan memenuhi syarat yang diperlukan. Ada sanksi yang dapat dikenakan terkait dengan pencatatan perkawinan ini. Sesuai Pasal 90 ayat (1) huruf b jo. Pasal 34 ayat (1) jo. Pasal 37 ayat (4) UU Adminduk, setiap penduduk dapat di

Perkawinan Campuran di LN Wajib Dicatatkan

Pelaporan perkawinan adalah bersifat administratif. Namun jika tidak dicatatkan, perkawinan dianggap tidak pernah ada. Bagi warga negara Indonesia, khususnya perempuan, yang berniat melakukan perkawinan campuran beda kewarganegaraan, banyak hal yang harus dipahami. Ketidaktahuan Warga Negara Indonesia (WNI) khususnya perempuan terhadap aturan perkawinan campuran berpotensi menimbulkan persoalan. Baik dalam masalah harta dan anak, maupun status perkawinan. Salah satu hal penting yang harus dilakukan oleh WNI yang menikah dengan WNA di luar negeri adalah melakukan pencatatan pernikahan di kantor catatan sipil. Perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara dua WNI atau seorang WNI dengan WNA adalah sah bilamana dilaksanakan menurut hukum yang berlaku di negara dimana perkawinan itu dilangsungkan (asas lex loci celebrationis). Ketentuan ini diatur dalam Pasal 56 ayat (1) UU No.1 tahun 1974 yang mengatur untuk setiap perkawinan WNI di luar negeri berlaku hukum negara ter

Pembagian Gaji Setelah Perceraian Bagi PNS

DASAR : A. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 B. Surat Edaran Kepala BAKN Nomor 8/SE/1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS sebagaimana diubah dengan Surat Edaran Kepala BAKN Nomor 48/SE/1990 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS. URAIAN : A. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS Jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 Pasal 8 beserta perubahannya berbunyi sebagai berikut : (1) Apabila perceraian terjadi atas kehendak PNS pria maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-anaknya. (2) Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah sepertiga untuk PNS pria yang bersangkutan sepertiga un

Perkawinan / Perceraian PNS

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 telah mengatur ketentuan tentang perkawinan yang berlaku bagi segenap warga negara dan penduduk Indonesia, tentu termasuk didalamnya adalah warga negara yang berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Negeri Sipil wajib memberikan contoh yang baik kepada bawahannya dan menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam masyarakat, juga dalam menyelenggarakan kehidupan berkeluarga. Dalam Undang-Undang Perkawinan telah ditentukan bahwa: "Perkawinan sah ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga/rumah  tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang  dilakukan  menurut  hukum masing-masing agamanya/kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan dicatat  menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku." Tentunya perkawinan yang kekal menjadi dambaan semua keluarga, namun tidak menutup kemungkinan terjadinya perceraian dalam pe

GUGAT CERAI DAPAT DILAKUKAN MESKIPUN ANDA BERADA DI LUAR NEGERI

Anda bingung hendak mengajukan gugatan cerai karena anda saat ini masih berada di Luar Negeri  pihak tergugat berada di Luar Negeri  pihak tergugat tidak diketahui keberadaannya. Kami bantu anda menangani permasalahan anda.   Silahkan hubungi kami melalui  Tel / WA/  VIBER +6285225446928,   +6285875577202