Permasalahan Uang Muka

Perjanjian yang dibuat oleh para pihak sebagai sebuah perikatan seringkali tidak berjalan sebagaimana diharapkan dan banyak menuai permasalahan di kemudian hari. Penyelewengan dalam pemenuan prestasi seringkali pula terjadi karena kurangnya pemahaman hukum, kekurang hati-hatian atau kepercayaan yang berlebih serta konsep perjanjian yang tidak seimbang diantara para pihak.
Proses jual beli rumah kadang-kadang dilakukan dengan pembayaran secara bertahap, baik melalui KPR maupun hanya tempo waktu saja, disamping pembayaran tunai baik dengan sistem panjar maupun sekaligus.
Pada dasarnya setiap perjanjian mengikat para pihak yang membuatnya, sepanjang hal tertentu yang diatur dalam perjanjian tidak bertentangan dengan undang-undang. Terhadap jual beli rumah rumah yang dilakukan dengan pemberian sejumlah uang
untuk panjar (uang muka) disebutkan dalam undang-undang KUHP (kitab undang-undang hukum perdata) pasal 1464 disebutkan bahwa jika pembelian dibuat dengan memberi uang panjar tak dapatlah salah satu pihak meniadakan pembelian itu dengan menyuruh memiliki atau mengembalikan uang panjarnya.
Jual beli dapat dikatakan berakhir ketika telah terjadi penyerahan. Jika karena sesuatu hal penyerahan tidak dapat dilakukan akibat kelalaian pihak si penjual, maka berdasarkan pasal 1480 KUHPerdata si pembeli dapat menuntut pembatalan perjanjian menurut ketentuan-ketenntuan pasal 1266 dan pasal 1267. Dimana didalamnya diatur tentang syarat batal. Pasal 1266 menyebutkan bahwa syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Jika syarat batal tidak dimintakan dalam persetujuan, hakim adalah leluasa untuk, memberikan suatu jangka waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana namun itu tudak boleh lebih dari satu bulan. Sedangkan dalam pasal 1267 pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian biaya kerugian dan bunga.
Sehingga dengan demikian pembatalan atau tuntutan pemenuhan isi perjanjian tidak serta merta dapat dilaksanakan begitu saja tetapi harus dimintakan dan melalui keputusan hakim.