NIKAH MUHALLIL


Nikah Cina Buta, dalam Hukum Islam dikenal dengan sebutan Nikah Muhalill. Arti dari Muhalil sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: 
(1) orang yang nikah dengan perempuan yg telah tiga kali ditalak suaminya, sesudah itu diceraikannya supaya perempuan itu dapat kawin lagi dng bekas suaminya yg terdahulu; 
(2) cina buta.

KH. Husein Muhammad dalam artikelnya yang berjudul Nikah Cina Buta yang dimuat dalam laman fahmina.or.id. KH. Husein Muhammad menjelaskan bahwa nikah cina buta adalah istilah yang populer dalam sejumlah daerah di Indonesia, antara lain Aceh. Dalam hukum Islam, Kawin Cina Buta disebut Nikah Muhallil. Muhallil secara literal berarti "orang yang menghalalkan". Nikah Muhallil adalah pernikahan yang dilangsungkan antara seorang laki-laki dan perempuan janda cerai/talak tiga sebagai cara atau mekanisme untuk menghalalkan kembali hubungan seks antara perempuan tersebut dengan bekas suaminya.
Menurut Husein, dalam konteks Islam, suami isteri yang telah bercerai dengan cerai tiga dilarang melangsungkan perkawinan kembali (rujuk), kecuali mantan isteri telah melangsungkan perkawinan dengan laki-laki lain dan kemudian laki-laki tersebut menceraikannya. Laki-laki lain yang mengawini bekas isteri laki-laki lain disebut Muhallil (orang yang menghalalkan). Sedangkan, laki-laki bekas suaminya disebut Muhallal Lah (orang yang dihalalkan).

Husein juga menjelaskan bahwa perkawinan model tersebut disebutkan dalam Al Qur'an: "Kemudian jika suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan tersebut tidak halal baginya sehingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain ini menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri)nya untuk kawin kembali jika keduanya dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui." (Q.S. al Baqarah [2]: 230).


Jika ditinjau dari UU Perkawinan, sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa perkawinan menurut UU Perkawinan pada dasarnya bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa. Oleh karena itu, sama dengan kawin kontrak, nikah cina buta ini tidak sesuai dengan filosofi UU Perkawinan. Ini karena perkawinan si suami dan isteri - yang telah bercerai – dengan orang lain, tidak memiliki tujuan yang sejalan dengan tujuan perkawinan dalam UU Perkawinan. Oleh karena itu praktik nikah cina buta bertentangan dengan UU Perkawinan.