Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret 12, 2020

Status kewarganegaraan anak yang lahir di Indonesia dan dari perkawinan campuran

Pasal  41 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia : ” Anak yang lahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I dan anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum undang-undang iini diundangkan dan belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan undang-undang ini dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 (empat) tahun setelah undang-undang ini diundangkan.”   Bahwa terhadap anak-anak yang berada di luar cakupan Pasal 41 tersebut yaitu anak-anak hasil perkawinan campuran dan anak-anak yang lahir di negara Ius Soli (berdasar tempat kelahiran), yang tidak mendaftar sebagai anak berkewarganegaraan ganda atau anak-anak yang sudah mendaftar tetapi tidak atau terlambat memilih Kewarganegaraan Republik Indonesia hingga batas waktu yang ditentukan Undang-Undang b

GUGAT WARIS

Yang dimaksud Gugat Waris adalah bilamana terdapat sengketa atau konflik pada gugat waris mana kala di dalamnya terdapat pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lainya. Perkara gugat waris sendiri yang dimaksudkan dengan sengketa ialah: Objek sengketa dikuasai oleh salah satu ahli waris, dan Salah satu dari pada ahli waris tidak mau menjadi pemohon. Dalam hal perkara permohonan waris, perkara gugat warispun merupakan salah satu kewenangan dari pada Pengadilan Agama, sesuai dengan Undang-Undang tentang peradilan Agama. Yaitu; Undang-Undang No. 3  tahun 2006 tentang perubahan atas Undang – Undang No. 7 tahun 1989 menyatakan bahwa : Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang – orang yang beragama islam pada bidang: (Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Infaq, Sadakah, Zakat Dan Ekonomi Syariah). Di dalam pasal 188 Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengungkapkan bahwa: “para ahli waris baik secara