Putus Hubungan Perdata dengan Orang Tua
Seseorang yang telah berusia 20 tahun tidak lagi dapat dikategorikan sebagai seorang anak. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Oleh karena itu, seseorang yang telah berusia 20 tahun dikategorikan sudah dewasa, dalam arti cakap hukum dan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Mengenai kedudukan anak dan hubungan anak dengan orang tuanya, diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
Pada dasarnya, anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik. Bila ia telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya. Dari sini dapat kita ketahui bahwa anak tetap punya kedudukan dan kewajiban sekalipun ia telah dewasa. Ini mengindikasikan bahwa anak tidak boleh memutuskan hubungan keperdataan dengan orang tuanya.
Lain halnya dengan kewajiban anak memelihara orang tuanya tetap ada sekalipun ia telah dewasa, dari sudut orang tua, kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. Ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus. Jadi, ketika anak itu telah kawin dan dapat berdiri sendiri, maka kewajiban orang tua telah selesai. Dengan kata lain, si anak telah dianggap dewasa dan tidak berada di bawah kekuasaan orang tuanya lagi.
Pemutusan Hubungan Keperdataan Anak dengan Orang Tua atau Sebaliknya
Tidak ada istilah pemutusan hubungan keperdataan antara orang tua dan anaknya. Yang ada adalah pencabutan kekuasaan orang tua atas anaknya. Untuk waktu yang tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan pengadilan;kekuasaan orang tua dapat dicabut dalam hal-hal:
a. la sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya;
b. la berkelakuan buruk sekali.
Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut.
Soal pemutusan hubungan keperdataan, mengenai pemutusan hubungan hukum orang tua dengan anak, pada dasarnya tidak ada ketentuan hukum mengenai pemutusan hubungan hukum (keperdataan) orang tua dengan anak. Ini karena pada dasarnya hubungan hukum antara orang tua dengan anak adalah hubungan yang terjadi secara alamiah (karena hubungan darah), sehingga tidak dapat diputus seperti memutuskan hubungan hukum yang terjadi karena, misalnya perjanjian. Akan tetapi, pada praktiknya pernah ada kasus mengenai orang tua yang memutuskan hubungan dengan anaknya.
Agama mengajarkan kita untuk saling menghormati dan mengasihi satu sama lain, termasuk kepada orang tua seperti yang diajarkan oleh agama Islam. Islam menganjurkan, mendorong, bahkan mewajibkan pemeluknya untuk menyambung hubungan kekerabatan. Tidak ada perbedaan pendapat bahwa secara umum silaturrahim hukumnya wajib, dan memutuskannya merupakan dosa besar.
“Bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa’/4: 1).
Allah juga berfirman:
“Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, …” (QS. An-Nisa’/4: 36).
Oleh karena itu, menurut hemat kami, anak yang memutuskan hubungan dengan orang tuanya merupakan suatu dosa. Sebagai anak, ia wajib berbuat baik kepada orang tuanya, memeliharanya sesuai kemampuannya saat ia dewasa, dan memelihara hubungan silaturrahim.