LEGALITAS AKTE CERAI JIKA SUAMI TIDAK PERNAH HADIR SIDANG

Berdasarkan Pasal 82 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 yang diubah kembali oleh Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, suami atau istri secara prinsip haruslah menghadiri sendiri sidang perceraian guna memungkinkan diusahakannya perdamaian secara maksimal di antara suami dan istri tersebut.

Bahkan, dalam hal adanya penunjukan kuasa sekalipun, Hakim dapat memerintahkan yang bersangkutan untuk hadir sendiri guna kepentingan pemeriksaan.[1].

Namun demikian, bila dalam suatu sidang cerai, salah satu pihak (biasanya pihak tergugat), tidak menghadiri sidang pemeriksaan yang dilakukan. Apabila hakim berpendapat bahwa tergugat tersebut telah dipanggil secara sah dan patut namun tetap tidak hadir di persidangan, maka Hakim berwenang untuk tetap meneruskan pemeriksaan sidang cerai yang dilaksanakan serta mengambil keputusan. Putusan cerai yang diambil tanpa kehadiran tergugat tersebut dalam hukum acara perdata dinamakan sebagai putusan verstek.

Adapun yang menjadi dasar hukum bagi Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan verstek adalah Pasal 125 Herzien Inlandsch Reglement (H.I.R) (S. 1941-44) (“H.I.R”) yang menyatakan :

“Jika tergugat, meskipun dipanggil dengan sah, tidak datang pada hari yang ditentukan, dan tidak menyuruh orang lain menghadap sebagai wakilnya, maka tuntutan itu diterima dengan keputusan tanpa kehadiran (verstek), kecuali kalau nyata bagi pengadilan negeri bahwa tuntutan itu melawan hak atau tiada beralasan.”

Apabila salah satu pihak ( suami/istri ) merasa tidak pernah dipanggil oleh Pengadilan sampai dengan dijatuhkannya putusan verstek oleh Majelis Hakim dan Anda tidak setuju dengan putusan verstek dimaksud, maka Anda dapat melakukan upaya hukum perlawanan atau disebut sebagai verzet.

Dasar hukum atas upaya hukum verzet tercantum di dalam Pasal 129 ayat (1) H.I.R yang menyatakan sebagai berikut :

“Tergugat yang dihukum dengan keputusan tanpa kehadiran dan tidak menerima keputusan itu, boleh mengajukan perlawanan.”

Verzet dapat dilakukan dalam tenggang waktu 14 hari seteleh putusan verstek diberitahukan atau disampaikan kepada Anda selaku tergugat karena Anda tidak pernah menghadiri persidangan.[2]

Verzet diajukan oleh tergugat atau kuasa hukum tergugat kepada pengadilan dalam hal ini Pengadilan Agama yang menjatuhkan putusan verstek. Verzet akan menjadi bantahan yang ditujukan kepada ketidakbenaran dalil gugatan Penggugat, dengan membuktikan bahwa putusan verstek yang dijatuhkan, keliru atau tidak benar. Selanjutnya Majelis Hakim verzet akan mempertimbangkan apakah putusan verstek yang dijatuhkan tersebut sudah tepat atau tidak. Tepat atau tidaknya putusan verstek tersebut dinilai dan dipertimbangkan oleh Hakim verzet yang tertuang di dalam putusan verzet.

Terkait dengan hal tersebut, berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor pencatatan oleh Pegawai Pencatat, kecuali bagi mereka yang beragama Islam terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Apabila pihak tergugat tidak mengajukan upaya hukum verzet terhadap putusan cerai yang telah diambil tanpa kehadiran Anda tersebut, maka putusan tersebut akan dianggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap dan dengan demikian, status hukum janda kepada istri Anda beserta putusan cerai yang dikeluarkan tersebut akan menjadi sah dan berlaku.

HOTLINE BANTUAN HUKUM PENGACARA
Konsultasi perceraian