Status Pernikahan Di Gereja Yang Tidak Didaftarkan

pengacara cerai semarang
1.    Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”), perkawinan yang dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan hukum masing-masing agamanya adalah sah. Berarti perkawinan hanya dilakukan dengan tata cara perkawinan agama.

Namun, Pasal 2 ayat (2) UUP menegaskan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 3 jo. Pasal 1 angka 17 UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU Adminduk”) bahwa perkawinan adalah salah satu Peristiwa Penting yang wajib dilaporkan kepada Instansi Pelaksana (dalam hal ini menurut Pasal 2 ayat (2) PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah kantor pencatatan sipil) dengan memenuhi syarat yang diperlukan.

Ada sanksi yang dapat dikenakan terkait dengan pencatatan perkawinan ini. Sesuai Pasal 90 ayat (1) huruf b jo. Pasal 34 ayat (1) jo. Pasal 37 ayat (4) UU Adminduk, setiap penduduk dapat dikenai sanksi administratif berupa denda bila melampaui batas waktu pelaporan perkawinan 60 hari sejak tanggal perkawinan (jika dilakukan di Indonesia) atau lebih dari 30 hari setelah kembali ke Indonesia (apabila perkawinan dilakukan di luar Indonesia).

2.    Sebenarnya perkawinan yang hanya dilakukan berdasarkan hukum agama dapat dipersamakan dengan nikah siri. Perkawinan yang dilakukan hanya secara agama ini tidaklah mempunyai kekuatan hukum.

Untuk membuktikan adanya hubungan perkawinan terdahulu dan telah terjadi perceraian, dalam Pasal 36 UU Adminduk disebutkan bahwa jika perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Perkawinan, pencatatan perkawinan dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan. Dalam hal ini, ketika perkawinan maupun perceraiannya pun tidak dapat dibuktikan, kekasih Saudara bisa meminta penetapan dari pengadilan untuk kejelasan status dari perkawinannya terdahulu sebelum menikah dengan Saudara.

3.    Status anak yang dilahirkan dari perkawinan hanya secara agama dianggap sebagai anak luar kawin karena perkawinan orang tuanya belum dicatatkan. Akan tetapi, anak tersebut dapat memiliki hubungan hukum dengan bapaknya melalui mekanisme hukum dengan menggunakan pembuktian berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir dan/atau hukum berdasarkan Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010. 

Jadi, perkawinan yang hanya dilakukan secara hukum agama saja dan tidak dicatatkan meskipun perkawinannya tetap sah, tapi tidak memiliki kekuatan hukum. Anak yang lahir dari perkawinan secara hukum agama saja dipandang sebagai anak luar kawin dan dapat memiliki hubungan hukum tidak dengan ibunya saja, tapi juga dengan bapaknya melalui proses hukum tertentu.

Semoga bermanfaat
HOTLINE BANTUAN HUKUM PENGACARA
Konsultasi perceraian