Pasal 41 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia : ” Anak yang lahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf I dan anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum undang-undang iini diundangkan dan belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan undang-undang ini dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 4 (empat) tahun setelah undang-undang ini diundangkan.” Bahwa terhadap anak-anak yang berada di luar cakupan Pasal 41 tersebut yaitu anak-anak hasil perkawinan campuran dan anak-anak yang lahir di negara Ius Soli (berdasar tempat kelahiran), yang tidak mendaftar sebagai anak berkewarganegaraan ganda atau anak-anak yang sudah mendaftar tetapi tidak atau terlambat memilih Kewarganegaraan Republik Indonesia hingga batas waktu yang ditentukan Undang-Undang b
Pidana penggelapan ini dapat kita temui pengaturannya dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Berikut bunyi ketentuannya:
“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”
Sepanjang unsur-unsur pidana dalam pasal tersebut telah terpenuhi, maka teman Anda dapat dituntut dengan pasal penggelapan tersebut. Karena pengembalian dana hasil penggelapan tidaklah termasuk dalam alasan penghapusan hak menuntut/peniadaan penuntutan sebagaimana diatur dalam Bab VIII Buku I (Pasal 76 s/d Pasal 85) KUHP tentang Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana dan Menjalankan Pidana.
Menurut S.R. Sianturi dalam buku “Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya” (hal. 418), peniadaan penuntutan atau penghapusan hak menuntut yang diatur secara umum dalam Bab VIII Buku I KUHP adalah:
1. Telah ada putusan hakim yang tetap (de kracht van een rechterlijk gewisjde) mengenai tindakan (feit) yang sama (Pasal 76);
2. Terdakwa meninggal (Pasal 77);
3. Perkara tersebut daluwarsa (Pasal 78);
4. Terjadi penyelesaian di luar persidangan (Pasal 82) (khusus untuk pelanggaran yang diancam dengan pidana denda).
Pendapat yang sama juga disampaikan oleh peneliti Lembaga Kajian untuk Advokasi dan Independensi Peradilan (LeIP) Arsil. Menurutnya, pengembalian dana yang telah digelapkan baik sebagian maupun seluruhnya tidak akan menghapuskan pidananya karena perbuatan pidananya telah sempurna.Dengan demikian, walaupun dana yang telah digelapkan kemudian dikembalikan oleh teman Anda, teman Anda tetap dapat dituntut dengan pasal penggelapan. Namun, karena ada itikad baik dari teman Anda untuk mengakui dan mengembalikan dana tersebut, hal itu akan dapat menjadi pertimbangan hakim untuk meringankan hukuman.
( Ditulis ulang dari Klinik Hukum online)