Hak Waris Istri Ke Dua
Dalam hubungan perkawinan di Indonesia, tidak hanya mengatur mengenai hubungan antara satu orang individu dengan individu satunya lagi (suami-istri), melainkan juga melingkupi hubungan kekerabatan dua keluarga pasangan, mengenai harta pasangan suami-istri tersebut, hingga mengenai putusnya hubungan perkawinan berikut dengan akibat hukumnya.
Pasal 1 huruf (f) KHI menyatakan
Harta kekayaan dalam perkawinan atau Syirkah, adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun.
Berdasarkan hal di atas, maka dapat diartikan bahwa objek harta yang dipertanyakan sekarang ialah harta yang diperoleh dari pernikahan pertama suami tersebut, yang kemudian memiliki keturunan 3 (tiga) orang anak.
Mengenai objek harta ini yang kemudian menjadi harta yang harus diwariskan karena wafatnya si pemilik harta. Dalam hal ini yakni seorang bapak yang meninggalkan (misal) 3 orang anak dari pernikahan pertamanya, maka pihak yang paling berhak menerima harta warisan tersebut ialah ketiga anak tersebut.
Selanjutnya, mengenai hak istri kedua atas harta tidak bergerak yang ditinggalkan oleh suami, kita dapat merujuk pada Pasal 94 KHI, dijelaskan bahwa:
- Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai istri lebih dari seorang, masing-masing terpisah dan berdiri sendiri.
- Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang sebagaimana tersebut ayat (1), dihitung pada saat berlangsungnya akad perkawinan yang kedua, ketiga atau keempat.
Jika merujuk pada ketentuan ini, maka jelas bahwa istri kedua tidak berhak atas harta tidak bergerak yang didapatkan dalam pernikahan pertama alm. suaminya. Yang kemudian harus dapat dibuktikan terlebih dahulu bahwa harta tidak bergerak tersebut memang benar adanya diperoleh dalam masa perkawinan pertama suami tersebut.
Dalam Surat Penetapan Waris, memang sudah seharusnya istri kedua dari suami tersebut masuk ke dalamnya, karena pada dasarnya waris ialah pengalihan hak atas harta dari yang telah wafat kepada orang-orang tertentu yang masih hidup. Adapun si istri kedua merupakan istri yang sah hingga pada saat suami meninggal dunia, sehingga istri kedua ini hanya berhak atas harta bersama yang diperoleh sejak saat dilakukannya akad nikah antara si suami dengan istri keduanya ini.
Mengenai hak istri kedua atas harta bersama dalam pernikahannya tersebut, berdasarkan Pasal 96 ayat (1) KHI diatur bahwa;
Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama.